Masuk atau Daftar

Silakan masuk atau daftar untuk dapat mengakses semua fitur pada website JDIH.

Berita Terkini

Rapat Harmonisasi Rancangan Permenlu tentang Program Arsip Vital Kemenlu dan Perwakilan RI

Halo Sobat Kemlu! Pada tanggal 10-11 Mei 2023 di Museum Konferensi Asia Afrika, Bagian Kearsipan dan Persuratan, Bagian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan BHAKP bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM, telah melaksanakan kegiatan harmonisasi rancangan Permenlu tentang Program Arsip Vital Kemenlu dan Perwakilan RI. Dengan adanya Permenlu ini, diharapkan dapat semakin menguatkan keamanan dan keselamatan arsip vital sebagai salah satu prasyarat dasar bagi keberlangsungan operasional Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya. Mari senantiasa ikuti kegiatan lainnya dari BHAKP disini ya!

BHAKP Kamis, 03 November 2022

Koordinasi Mekanisme Pembentukan Peraturan Presiden Pengesahan Perjanjian Internasional dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022

Halo Sobat Kemlu! Pada tanggal 2 Maret 2023, BHAKP telah melaksanakan rapat koordinasi mekanisme pembentukan peraturan presiden mengenai pengesahan perjanjian internasional yang terdaftar dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2023. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka koordinasi Kementerian Luar Negeri dengan kementerian/lembaga terkait untuk menghasilkan kesepakatan mengenai mekanisme koordinasi dalam pembentukan peraturan presiden mengenai pengesahan perjanjian internasional yang ada dalam cluster perjanjian internasional dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022. Jangan lupa terus ikuti kegiatan BHAKP lainnya disini ya! 

BHAKP Kamis, 03 November 2022

Klarifikasi Cluster Perjanjian Internasional dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2023

Halo Sobat Kemlu! BHAKP telah melaksanakan kegiatan Klarifikasi Cluster Perjanjian Internasional dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden pada tanggal 20 Februari 2023. Kegiatan ini dilaksanakan secara koordinatif bersama Direktorat Jenderal HPI Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara, dan Kementerian Hukum dan HAM guna melakukan koordinasi dalam penyusunan peraturan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional di tahun 2023.  Mari senantiasa ikuti kegiatan lainnya dari BHAKP disini ya!

BHAKP Kamis, 03 November 2022

Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik - JDIH KEMLU

Beberapa Tugas Perwakilan Diplomatik Sebelum membahas tugas perwakilan diplomatik lebih dalam, kita akan sama-sama membahas terlebih dahulu tentang apa itu perwakilan diplomatik. Buat kalian yang belum tau pengertian atau definisi dari perwakilan diplomatik, jangan khawatir karena kita akan membahas secara rinci tentang pengertian atau definisi dari perwakilan diplomatik, fungsi serta tugas pokok perwakilan diplomatik. Yuk simak penjelasannya berikut ini. Apa Definisi Dari Perwakilan Diplomatik? Definisi perwakilan diplomatik adalah perwakilan yang seluruh kegiatannya mewakili negaranya dalam menjalin dan menjalankan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau suatu organisasi internasional.  Di Indonesia sendiri perwakilan diplomatik merupakan kedutaan Besar Republik Indonesia dan perutusan tetap Republik Indonesia. Orang yang menjadi perwakilan diplomatik disebut sebagai Diplomat, oleh karena itu seorang Diplomat harus memiliki keahlian public speaking yang baik, sehingga bisa mempengaruhi orang lain, serta harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Berdasarkan pendapat dari Kepres No. 108 Tahun 2003, perwakilan diplomatik merupakan unsur kedutaan besar Republik Indonesia yang resmi di mata hukum dengan tanggung jawab pada semua kawasan negara penerima amanah dan organisasi internasional yang diwakilinya, dalam upaya kepentingan bangsa dan Negara. Mengacu pada keputusan Kongres di Wina pada tahun 1961, disetujui adanya 3 tingkatan Kepala Perwakilan Diplomatik, berikut urutannya: Duta Besar (Ambassador)Duta Berkuasa Penuh (Minister Plenipotentiary)Kuasa Usaha (Charge d’affaires) Fungsi Perwakilan Diplomatik Setelah mengetahui definisi dari perwakilan diplomatik, kita akan sama-sama membahas tentang fungsi dari perwakilan diplomatik. Berikut ini adalah beberapa fungsi perwakilan diplomatik.Menjaga seluruh kepentingan negara pengirim perwakilan diplomatik dan warga negaranya di negara penerima, dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.Memberikan keterangan tentang kondisi serta perkembangan negara penerima dengan cara yang diizinkan oleh Undang-Undang, kemudian melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.Menjaga hubungan persahabatan antara kedua negara (negara pengirim dan negara penerima) dan mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan serta ilmu pengetahuan. Tugas Perwakilan Diplomatik Seperti tadi yang sudah dijelaskan sebelumnya, perwakilan diplomatik di Negara Republik Indonesia berbentuk Kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) yang ditempatkan pada suatu negara tertentu. Perwakilan diplomatik memiliki beberapa tugas pokok, diantaranya sebagai berikut: Menyelenggarakan hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah asing (membawa suara resmi dari negara asalnya)Mengadakan perundingan masalah-masalah yang dihadapi oleh kedua negara (negara pengirim dan negara penerima) dan berusaha untuk menyelesaikannyaMengurus kepentingan negara serta warga negaranya di negara lainApabila dirasa perlu, perwakilan diplomatik dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, pemberian pospos dan sebagainya. Kesimpulan Nah itulah tadi penjelasan tentang fungsi perwakilan diplomatik, semoga penjelasan pada artikel ini bisa memberikan wawasan lebih ya. Selain fungsi perwakilan diplomatik, kamu bisa juga cari tahu informasi dan penjelasan tentang fungsi perwakilan konsuler.

Admin Kamis, 03 November 2022

Fungsi Perwakilan Konsuler dan Tugasnya - JDIH KEMLU

Fungsi Perwakilan Konsuler dan Tugasnya di Indonesia Fungsi perwakilan konsuler dan fungsi perwakilan diplomatik memiliki tugasnya masing-masing.  Di Indonesia, perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler diatur di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia No. 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Sedangkan hukum internasional mengaturnya di dalam Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler dan Konvensi New York Tahun 1969 tentang Utusan Khusus. Nah pada artikel kali ini kita akan lebih fokus membahas tentang fungsi perwakilan konsuler di Indonesia, penasaran apa saja fungsinya? Yuk simak penjelasannya berikut ini. Perbedaan Perwakilan Konsuler dan Perwakilan Diplomatik Sebelum lebih jauh membahas tentang fungsi perwakilan konsuler, kita harus tau dulu perbedaan antara perwakilan konsuler dan perwakilan diplomatik. Perwakilan konsuler adalah perwakilan yang semua kegiatannya meliputi kepentingan Indonesia di bidang konsuler, cara kerja perwakilan konsuler adalah melakukan hubungan dengan pejabat tingkat daerah atau setempat. Sementara perwakilan diplomatik adalah perwakilan yang semua kegiatannya meliputi kepentingan Indonesia di bidang kegiatan sebuah organisasi internasional. Cara kerja perwakilan diplomatik adalah melakukan hubungan dengan pejabat di tingkat pusat. Tugas Perwakilan Konsuler Perwakilan Konsuler mempunyai tugas pokok mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara, dan Pemerintah Republik Indonesia serta melindungi kepentingan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia melalui pelaksanaan hubungan kekonsuleran dengan Negara Penerima, termasuk peningkatan hubungan ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan kebijakan Politik dan Hubungan Luar Negeri Pemerintah Republik Indonesia, peraturan perundang-undangan nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional.  Fungsi Perwakilan Konsuler Nah, untuk melaksanakan tugas pokok yang tadi sudah dijelaskan, perwakilan konsuler memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut:Perlindungan terhadap kepentingan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di wilayah kerja dalam wilayah Negara PenerimaPemberian bimbingan dan pengayoman terhadap Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di wilayah Negara Penerima;Peningkatan hubungan perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuanPengamatan, penilaian, dan pelaporan mengenai kondisi dan perkembangan di wilayah kerja dalam wilayah Negara PenerimaKegiatan manajemen kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pengamanan internal Perwakilan, komunikasi dan persandianFungsi-fungsi lain sesuai dengan hukum dan praktek internasional.  Kesimpulan Nah itulah tadi penjelasan tentang fungsi perwakilan konsuler, semoga penjelasan pada artikel ini bisa memberikan wawasan lebih ya. Selain fungsi perwakilan konsuler, kamu bisa juga cari tahu informasi dan penjelasan tentang tugas pokok perwakilan diplomatik.

Admin Kamis, 03 November 2022

Sejarah JDIHN

Ide membentuk Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN), secara historis melekat erat dengan pembangunan hukum nasional dalam upaya mewujudkan supremasi hukum. Dikatakan demikian karena embrio pembentukan JDIHN adalah salah satu rekomendasi dari kegiatan pembangunan hukum nasional yaitu Seminar Hukum Nasional III tahun 1974 di Surabaya. Seminar hukum tersebut diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam upaya membedah semua unsur pembangunan hukum dalam rangka mengingidentifikasi permasalahan dan menemukan solusi pemecahannya. Pada saat membedah dokumentasi hukum, para peserta seminar mengetahui bahwa dukungan dokumentasi hukum terhadap pembangunan hukum nasional masih sangat lemah. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan dokumen dan informasi hukum dengan cepat dan tepat pada saat dibutuhan. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan akses informasi hukum yang efektip, sehingga dokumen/informasi hukum sulit dicari dan ditemukan kembali pada saat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan hukum, seperti: penelitian hukum, perencanaan hukum, penyusunan naskah akademis, penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembentukan kebijakan pimpinan dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan peserta Seminar Hukum Nasional III Tahun 1974, faktor penyebab lemahnya dukungan dokumentasi hukum antara lain adalah: Dokumen hukum potensial, tersebar luas di instansi pemerintah di pusat sampai daerah dengan wilayah kepulauan yang sangat luas; Dokumen-dokumen hukum tersebut belum semuanya dikelola dengan baik dalam suatu sistem; 3. Tenaga pengelola yang ada sangat kurang; Perhatian terhadap keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum masih sangat kurang. Peserta seminar berpendapat bahwa cara yang paling epektif untuk mengatasi kelemahan dokumentasi hukum ini adalah membentuk kerja sama antar unit pengelola dokumen hukum itu sendiri dalam suatu Jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Berdasarkan pemikiran tersebut seminar merekomendasikan: Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum dan agar segera dapat berfungsi. Dalam tahap permulaan ada dua hal yang perlu dilakukan: mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, serta bahan-bahan lainnya Untuk dapat secepatnya mendayagunakan semua informasi yang ada Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum perlu disusun dan dikembangkan. Ditentukan Pusat dan Anggota Jaringan serta menyediakan sarana yang diperlukan agar mulai berfungsi. Sambil menunggu terbitnya kebijakan nasional termaksud, BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) sebagai pengemban tugas pembinaan hukum nasional, segera menyelenggarakan serangkaian lokakarya dan berhasil mempersiapkan sarana (infrastruktur) jaringan agar bisa operasional. Lokakarya tersebut adalah Lokakarya tentang : “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1975); Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977); Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978), Lokakarya Tahun 1978 sepakat menunjuk BPHN sebagai Pusat Jaringan dan diberi tugas sebagai penyelenggara latihan pembinaan tenaga, tempat konsultasi, penelitian dan pengembangan sistem jaringan, serta koordinator kegiatan unit-unit jaringan dalam rangka pengembangan jaringan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut pada tahun 1988 BPHN sebagai Pusat JDIH mengeluarkan pedoman pengelolaaan dokumen hukum yang diberi nama ”Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” yang terdiri dari IV modul yaitu: Modul I: Pedoman Prosedur Kerja Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Modul II: Pedoman Pengumpulan Bahan (Kegiatan Prakatalogan). Modul III: Pedoman Pengolahan Sub-Modul IIIA: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan UDC); Sub-Modul IIIB: Pedoman Teknis Pengkatalogan Peraturan Perundang-undangan; Sub-Modul IIIC: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan DDC). Modul IV: Pedoman Peelayaan Informasi; Modul V: Sarana Kerja Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Dari tahun 1978 – 1999, BPHN melakukan pembinaan dan pengembangan JDIH hanya berdasarkan kesepakatan tersebut. Banyak upaya pembinaan dan pengembangan yang telah dilakukan, namun temu kembali informasi belum dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan pendayagunaan informasi belum dapat terselenggara dengan baik. Selama Pemerintahan Orde Baru rekomendasi untuk membentuk JDIHN kurang mendapat perhatian. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum disebut dalam GBHN 1993 bidang pembangunan hukum sektor sarana dan prasarana sebagai sarana penunjang pembangunan hukum. Namun dalam era Pemerintahan Reformasi rekomendasi termaksud langsung diwujudkan dengan mengundangkan Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalam Lembaran Negara No. 135. Kemudian dalam rangka melaksanakan . Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemerantasan Korupsi Tahun 2011, Keputusan Presiden tersebut direvitalisasi dan diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, Lembaran Negara No 82. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum juga telah direvisi dan dikembangkan oleh Pusat Jaringan dan dijadikan lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Standardisasi Pengelolaan Teknis Dokumentasi Dan Informasi Hukum, yang terdiri dari: Standardisasi Pengadaan Dokumen Hukum; Standardisasi Pembuatan Daftar Inventarisasi Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Katalog Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Abstrak Peraturan per-uu-an; Standardisasi Pembuatan Katalog Monografi Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Majalah Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Kliping Koran; Standardisasi Pelayanan Informasi Hukum; Standardisasi Website JDIHN; Standardisasi Monev Pengelolaan JDIHN; Standardisasi Pelaporan Penyelenggaraan JDIHN. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menetapkan kembali BPHN sebagai Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN terdiri dari: 1. Biro Hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan dokumen hukum pada: Kementerian Negara; Sekretariat Lembaga Negara; Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; dan Sekreariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. 2. Perpustakaan pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta; 3. Lembaga Lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan olen Menteri. Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menegaskan bahwa tujuan dari JDIHN adalah: menjamin terciptanya Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah; mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum; dan meningkatkan kualitas pembangunan hukum nasional dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Sejarah pembentukan JDIHN di atas menunjukkan betapa pentingnya kerjasama pengelolaan dokumen dan informasi hukum untuk mempercepat pembangunan hukum nasional yang berkualitas. Untuk membangun akses informasi hukum yang terintegrasi, secara nasional semua Anggota JDIHN wajib mengelola dokumen dan informasi hukum yang ada dalam kewenangannya dengan menggunakan modul/standar yang ada dan meningkatkan akselerasinya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Tersedianya akses informasi hukum bagi semua warga negara merupakan conditio sine quanon dalam mewujudkan supremasi hukum. Sementara menyediakan akses informasi hukum adalah tugas dari dokumentasi hukum Anggota Jaringan.

Admin Kamis, 03 November 2022

Sejarah JDIHN

Ide membentuk Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN), secara historis melekat erat dengan pembangunan hukum nasional dalam upaya mewujudkan supremasi hukum. Dikatakan demikian karena embrio pembentukan JDIHN adalah salah satu rekomendasi dari kegiatan pembangunan hukum nasional yaitu Seminar Hukum Nasional III tahun 1974 di Surabaya. Seminar hukum tersebut diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam upaya membedah semua unsur pembangunan hukum dalam rangka mengingidentifikasi permasalahan dan menemukan solusi pemecahannya. Pada saat membedah dokumentasi hukum, para peserta seminar mengetahui bahwa dukungan dokumentasi hukum terhadap pembangunan hukum nasional masih sangat lemah. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan dokumen dan informasi hukum dengan cepat dan tepat pada saat dibutuhan. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan akses informasi hukum yang efektip, sehingga dokumen/informasi hukum sulit dicari dan ditemukan kembali pada saat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan hukum, seperti: penelitian hukum, perencanaan hukum, penyusunan naskah akademis, penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembentukan kebijakan pimpinan dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan peserta Seminar Hukum Nasional III Tahun 1974, faktor penyebab lemahnya dukungan dokumentasi hukum antara lain adalah: Dokumen hukum potensial, tersebar luas di instansi pemerintah di pusat sampai daerah dengan wilayah kepulauan yang sangat luas; Dokumen-dokumen hukum tersebut belum semuanya dikelola dengan baik dalam suatu sistem; 3. Tenaga pengelola yang ada sangat kurang; Perhatian terhadap keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum masih sangat kurang. Peserta seminar berpendapat bahwa cara yang paling epektif untuk mengatasi kelemahan dokumentasi hukum ini adalah membentuk kerja sama antar unit pengelola dokumen hukum itu sendiri dalam suatu Jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Berdasarkan pemikiran tersebut seminar merekomendasikan: Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum dan agar segera dapat berfungsi. Dalam tahap permulaan ada dua hal yang perlu dilakukan: mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, serta bahan-bahan lainnya Untuk dapat secepatnya mendayagunakan semua informasi yang ada Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum perlu disusun dan dikembangkan. Ditentukan Pusat dan Anggota Jaringan serta menyediakan sarana yang diperlukan agar mulai berfungsi. Sambil menunggu terbitnya kebijakan nasional termaksud, BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) sebagai pengemban tugas pembinaan hukum nasional, segera menyelenggarakan serangkaian lokakarya dan berhasil mempersiapkan sarana (infrastruktur) jaringan agar bisa operasional. Lokakarya tersebut adalah Lokakarya tentang : “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1975); Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977); Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978), Lokakarya Tahun 1978 sepakat menunjuk BPHN sebagai Pusat Jaringan dan diberi tugas sebagai penyelenggara latihan pembinaan tenaga, tempat konsultasi, penelitian dan pengembangan sistem jaringan, serta koordinator kegiatan unit-unit jaringan dalam rangka pengembangan jaringan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut pada tahun 1988 BPHN sebagai Pusat JDIH mengeluarkan pedoman pengelolaaan dokumen hukum yang diberi nama ”Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” yang terdiri dari IV modul yaitu: Modul I: Pedoman Prosedur Kerja Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Modul II: Pedoman Pengumpulan Bahan (Kegiatan Prakatalogan). Modul III: Pedoman Pengolahan Sub-Modul IIIA: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan UDC); Sub-Modul IIIB: Pedoman Teknis Pengkatalogan Peraturan Perundang-undangan; Sub-Modul IIIC: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan DDC). Modul IV: Pedoman Peelayaan Informasi; Modul V: Sarana Kerja Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Dari tahun 1978 – 1999, BPHN melakukan pembinaan dan pengembangan JDIH hanya berdasarkan kesepakatan tersebut. Banyak upaya pembinaan dan pengembangan yang telah dilakukan, namun temu kembali informasi belum dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan pendayagunaan informasi belum dapat terselenggara dengan baik. Selama Pemerintahan Orde Baru rekomendasi untuk membentuk JDIHN kurang mendapat perhatian. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum disebut dalam GBHN 1993 bidang pembangunan hukum sektor sarana dan prasarana sebagai sarana penunjang pembangunan hukum. Namun dalam era Pemerintahan Reformasi rekomendasi termaksud langsung diwujudkan dengan mengundangkan Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalam Lembaran Negara No. 135. Kemudian dalam rangka melaksanakan . Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemerantasan Korupsi Tahun 2011, Keputusan Presiden tersebut direvitalisasi dan diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, Lembaran Negara No 82. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum juga telah direvisi dan dikembangkan oleh Pusat Jaringan dan dijadikan lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Standardisasi Pengelolaan Teknis Dokumentasi Dan Informasi Hukum, yang terdiri dari: Standardisasi Pengadaan Dokumen Hukum; Standardisasi Pembuatan Daftar Inventarisasi Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Katalog Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Abstrak Peraturan per-uu-an; Standardisasi Pembuatan Katalog Monografi Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Majalah Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Kliping Koran; Standardisasi Pelayanan Informasi Hukum; Standardisasi Website JDIHN; Standardisasi Monev Pengelolaan JDIHN; Standardisasi Pelaporan Penyelenggaraan JDIHN. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menetapkan kembali BPHN sebagai Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN terdiri dari: 1. Biro Hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan dokumen hukum pada: Kementerian Negara; Sekretariat Lembaga Negara; Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; dan Sekreariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. 2. Perpustakaan pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta; 3. Lembaga Lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan olen Menteri. Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menegaskan bahwa tujuan dari JDIHN adalah: menjamin terciptanya Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah; mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum; dan meningkatkan kualitas pembangunan hukum nasional dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Sejarah pembentukan JDIHN di atas menunjukkan betapa pentingnya kerjasama pengelolaan dokumen dan informasi hukum untuk mempercepat pembangunan hukum nasional yang berkualitas. Untuk membangun akses informasi hukum yang terintegrasi, secara nasional semua Anggota JDIHN wajib mengelola dokumen dan informasi hukum yang ada dalam kewenangannya dengan menggunakan modul/standar yang ada dan meningkatkan akselerasinya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Tersedianya akses informasi hukum bagi semua warga negara merupakan conditio sine quanon dalam mewujudkan supremasi hukum. Sementara menyediakan akses informasi hukum adalah tugas dari dokumentasi hukum Anggota Jaringan.

Admin Kamis, 03 November 2022

Sejarah JDIHN

SEKILAS SEJARAH JDIHN Ide membentuk Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN), secara historis melekat erat dengan pembangunan hukum nasional dalam upaya mewujudkan supremasi hukum. Dikatakan demikian karena embrio pembentukan JDIHN adalah salah satu rekomendasi dari kegiatan pembangunan hukum nasional yaitu Seminar Hukum Nasional III tahun 1974 di Surabaya. Seminar hukum tersebut diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam upaya membedah semua unsur pembangunan hukum dalam rangka mengingidentifikasi permasalahan dan menemukan solusi pemecahannya. Pada saat membedah dokumentasi hukum, para peserta seminar mengetahui bahwa dukungan dokumentasi hukum terhadap pembangunan hukum nasional masih sangat lemah. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan dokumen dan informasi hukum dengan cepat dan tepat pada saat dibutuhan. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan akses informasi hukum yang efektip, sehingga dokumen/informasi hukum sulit dicari dan ditemukan kembali pada saat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan hukum, seperti: penelitian hukum, perencanaan hukum, penyusunan naskah akademis, penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembentukan kebijakan pimpinan dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan peserta Seminar Hukum Nasional III Tahun 1974, faktor penyebab lemahnya dukungan dokumentasi hukum antara lain adalah: Dokumen hukum potensial, tersebar luas di instansi pemerintah di pusat sampai daerah dengan wilayah kepulauan yang sangat luas; Dokumen-dokumen hukum tersebut belum semuanya dikelola dengan baik dalam suatu sistem; 3. Tenaga pengelola yang ada sangat kurang; Perhatian terhadap keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum masih sangat kurang. Peserta seminar berpendapat bahwa cara yang paling epektif untuk mengatasi kelemahan dokumentasi hukum ini adalah membentuk kerja sama antar unit pengelola dokumen hukum itu sendiri dalam suatu Jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Berdasarkan pemikiran tersebut seminar merekomendasikan: Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum dan agar segera dapat berfungsi. Dalam tahap permulaan ada dua hal yang perlu dilakukan: mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, serta bahan-bahan lainnya Untuk dapat secepatnya mendayagunakan semua informasi yang ada Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum perlu disusun dan dikembangkan. Ditentukan Pusat dan Anggota Jaringan serta menyediakan sarana yang diperlukan agar mulai berfungsi. Sambil menunggu terbitnya kebijakan nasional termaksud, BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) sebagai pengemban tugas pembinaan hukum nasional, segera menyelenggarakan serangkaian lokakarya dan berhasil mempersiapkan sarana (infrastruktur) jaringan agar bisa operasional. Lokakarya tersebut adalah Lokakarya tentang : “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1975); Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977); Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978), Lokakarya Tahun 1978 sepakat menunjuk BPHN sebagai Pusat Jaringan dan diberi tugas sebagai penyelenggara latihan pembinaan tenaga, tempat konsultasi, penelitian dan pengembangan sistem jaringan, serta koordinator kegiatan unit-unit jaringan dalam rangka pengembangan jaringan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut pada tahun 1988 BPHN sebagai Pusat JDIH mengeluarkan pedoman pengelolaaan dokumen hukum yang diberi nama ”Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” yang terdiri dari IV modul yaitu: Modul I: Pedoman Prosedur Kerja Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Modul II: Pedoman Pengumpulan Bahan (Kegiatan Prakatalogan). Modul III: Pedoman Pengolahan Sub-Modul IIIA: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan UDC); Sub-Modul IIIB: Pedoman Teknis Pengkatalogan Peraturan Perundang-undangan; Sub-Modul IIIC: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan DDC). Modul IV: Pedoman Peelayaan Informasi; Modul V: Sarana Kerja Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Dari tahun 1978 – 1999, BPHN melakukan pembinaan dan pengembangan JDIH hanya berdasarkan kesepakatan tersebut. Banyak upaya pembinaan dan pengembangan yang telah dilakukan, namun temu kembali informasi belum dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan pendayagunaan informasi belum dapat terselenggara dengan baik. Selama Pemerintahan Orde Baru rekomendasi untuk membentuk JDIHN kurang mendapat perhatian. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum disebut dalam GBHN 1993 bidang pembangunan hukum sektor sarana dan prasarana sebagai sarana penunjang pembangunan hukum. Namun dalam era Pemerintahan Reformasi rekomendasi termaksud langsung diwujudkan dengan mengundangkan Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalam Lembaran Negara No. 135. Kemudian dalam rangka melaksanakan . Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemerantasan Korupsi Tahun 2011, Keputusan Presiden tersebut direvitalisasi dan diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, Lembaran Negara No 82. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum juga telah direvisi dan dikembangkan oleh Pusat Jaringan dan dijadikan lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Standardisasi Pengelolaan Teknis Dokumentasi Dan Informasi Hukum, yang terdiri dari: Standardisasi Pengadaan Dokumen Hukum; Standardisasi Pembuatan Daftar Inventarisasi Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Katalog Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Abstrak Peraturan per-uu-an; Standardisasi Pembuatan Katalog Monografi Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Majalah Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Kliping Koran; Standardisasi Pelayanan Informasi Hukum; Standardisasi Website JDIHN; Standardisasi Monev Pengelolaan JDIHN; Standardisasi Pelaporan Penyelenggaraan JDIHN. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menetapkan kembali BPHN sebagai Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN terdiri dari: 1. Biro Hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan dokumen hukum pada: Kementerian Negara; Sekretariat Lembaga Negara; Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; dan Sekreariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. 2. Perpustakaan pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta; 3. Lembaga Lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan olen Menteri. Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menegaskan bahwa tujuan dari JDIHN adalah: menjamin terciptanya Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah; mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum; dan meningkatkan kualitas pembangunan hukum nasional dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Sejarah pembentukan JDIHN di atas menunjukkan betapa pentingnya kerjasama pengelolaan dokumen dan informasi hukum untuk mempercepat pembangunan hukum nasional yang berkualitas. Untuk membangun akses informasi hukum yang terintegrasi, secara nasional semua Anggota JDIHN wajib mengelola dokumen dan informasi hukum yang ada dalam kewenangannya dengan menggunakan modul/standar yang ada dan meningkatkan akselerasinya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Tersedianya akses informasi hukum bagi semua warga negara merupakan conditio sine quanon dalam mewujudkan supremasi hukum. Sementara menyediakan akses informasi hukum adalah tugas dari dokumentasi hukum Anggota Jaringan.

Admin Kamis, 03 November 2022

Sejarah JDIHN

SEKILAS SEJARAH JDIHN Ide membentuk Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN), secara historis melekat erat dengan pembangunan hukum nasional dalam upaya mewujudkan supremasi hukum. Dikatakan demikian karena embrio pembentukan JDIHN adalah salah satu rekomendasi dari kegiatan pembangunan hukum nasional yaitu Seminar Hukum Nasional III tahun 1974 di Surabaya. Seminar hukum tersebut diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam upaya membedah semua unsur pembangunan hukum dalam rangka mengingidentifikasi permasalahan dan menemukan solusi pemecahannya. Pada saat membedah dokumentasi hukum, para peserta seminar mengetahui bahwa dukungan dokumentasi hukum terhadap pembangunan hukum nasional masih sangat lemah. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan dokumen dan informasi hukum dengan cepat dan tepat pada saat dibutuhan. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan akses informasi hukum yang efektip, sehingga dokumen/informasi hukum sulit dicari dan ditemukan kembali pada saat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan hukum, seperti: penelitian hukum, perencanaan hukum, penyusunan naskah akademis, penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembentukan kebijakan pimpinan dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan peserta Seminar Hukum Nasional III Tahun 1974, faktor penyebab lemahnya dukungan dokumentasi hukum antara lain adalah: Dokumen hukum potensial, tersebar luas di instansi pemerintah di pusat sampai daerah dengan wilayah kepulauan yang sangat luas; Dokumen-dokumen hukum tersebut belum semuanya dikelola dengan baik dalam suatu sistem; 3. Tenaga pengelola yang ada sangat kurang; Perhatian terhadap keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum masih sangat kurang. Peserta seminar berpendapat bahwa cara yang paling epektif untuk mengatasi kelemahan dokumentasi hukum ini adalah membentuk kerja sama antar unit pengelola dokumen hukum itu sendiri dalam suatu Jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Berdasarkan pemikiran tersebut seminar merekomendasikan: Perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum dan agar segera dapat berfungsi. Dalam tahap permulaan ada dua hal yang perlu dilakukan: mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, serta bahan-bahan lainnya Untuk dapat secepatnya mendayagunakan semua informasi yang ada Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum perlu disusun dan dikembangkan. Ditentukan Pusat dan Anggota Jaringan serta menyediakan sarana yang diperlukan agar mulai berfungsi. Sambil menunggu terbitnya kebijakan nasional termaksud, BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) sebagai pengemban tugas pembinaan hukum nasional, segera menyelenggarakan serangkaian lokakarya dan berhasil mempersiapkan sarana (infrastruktur) jaringan agar bisa operasional. Lokakarya tersebut adalah Lokakarya tentang : “Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1975); Lokakarya tentang “Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977); Lokakarya tentang “Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); Lokakarya tentang “Organisasi dan Komunikasi Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978), Lokakarya Tahun 1978 sepakat menunjuk BPHN sebagai Pusat Jaringan dan diberi tugas sebagai penyelenggara latihan pembinaan tenaga, tempat konsultasi, penelitian dan pengembangan sistem jaringan, serta koordinator kegiatan unit-unit jaringan dalam rangka pengembangan jaringan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut pada tahun 1988 BPHN sebagai Pusat JDIH mengeluarkan pedoman pengelolaaan dokumen hukum yang diberi nama ”Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” yang terdiri dari IV modul yaitu: Modul I: Pedoman Prosedur Kerja Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Modul II: Pedoman Pengumpulan Bahan (Kegiatan Prakatalogan). Modul III: Pedoman Pengolahan Sub-Modul IIIA: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan UDC); Sub-Modul IIIB: Pedoman Teknis Pengkatalogan Peraturan Perundang-undangan; Sub-Modul IIIC: Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatalogan (berdasarkan DDC). Modul IV: Pedoman Peelayaan Informasi; Modul V: Sarana Kerja Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Dari tahun 1978 – 1999, BPHN melakukan pembinaan dan pengembangan JDIH hanya berdasarkan kesepakatan tersebut. Banyak upaya pembinaan dan pengembangan yang telah dilakukan, namun temu kembali informasi belum dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan pendayagunaan informasi belum dapat terselenggara dengan baik. Selama Pemerintahan Orde Baru rekomendasi untuk membentuk JDIHN kurang mendapat perhatian. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum disebut dalam GBHN 1993 bidang pembangunan hukum sektor sarana dan prasarana sebagai sarana penunjang pembangunan hukum. Namun dalam era Pemerintahan Reformasi rekomendasi termaksud langsung diwujudkan dengan mengundangkan Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalam Lembaran Negara No. 135. Kemudian dalam rangka melaksanakan . Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemerantasan Korupsi Tahun 2011, Keputusan Presiden tersebut direvitalisasi dan diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, Lembaran Negara No 82. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum juga telah direvisi dan dikembangkan oleh Pusat Jaringan dan dijadikan lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Standardisasi Pengelolaan Teknis Dokumentasi Dan Informasi Hukum, yang terdiri dari: Standardisasi Pengadaan Dokumen Hukum; Standardisasi Pembuatan Daftar Inventarisasi Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Katalog Peraturan Per-uu-an dan Instrumen Hukum lainnya; Standardisasi Pembuatan Abstrak Peraturan per-uu-an; Standardisasi Pembuatan Katalog Monografi Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Majalah Hukum; Standardisasi Penyusunan Indeks Kliping Koran; Standardisasi Pelayanan Informasi Hukum; Standardisasi Website JDIHN; Standardisasi Monev Pengelolaan JDIHN; Standardisasi Pelaporan Penyelenggaraan JDIHN. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menetapkan kembali BPHN sebagai Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN terdiri dari: 1. Biro Hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan dokumen hukum pada: Kementerian Negara; Sekretariat Lembaga Negara; Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota; dan Sekreariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. 2. Perpustakaan pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta; 3. Lembaga Lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan olen Menteri. Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 menegaskan bahwa tujuan dari JDIHN adalah: menjamin terciptanya Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya; menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah; mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesama Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum; dan meningkatkan kualitas pembangunan hukum nasional dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Sejarah pembentukan JDIHN di atas menunjukkan betapa pentingnya kerjasama pengelolaan dokumen dan informasi hukum untuk mempercepat pembangunan hukum nasional yang berkualitas. Untuk membangun akses informasi hukum yang terintegrasi, secara nasional semua Anggota JDIHN wajib mengelola dokumen dan informasi hukum yang ada dalam kewenangannya dengan menggunakan modul/standar yang ada dan meningkatkan akselerasinya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Tersedianya akses informasi hukum bagi semua warga negara merupakan conditio sine quanon dalam mewujudkan supremasi hukum. Sementara menyediakan akses informasi hukum adalah tugas dari dokumentasi hukum Anggota Jaringan.

Admin Kamis, 03 November 2022

Tags Terpopuler
ASEAN
Bantuan Internasional
BHAKP
Diplomasi
Diplomat
Dokumen Hukum
Duta Besar
Ekstradisi
Foto Kegiatan
Harmonisasi

Silakan berikan penilaian kepuasan Anda terhadap penggunaan website di bawah ini.